Ramai pasangan yang melafazkan cinta, tetapi sebenarnya
mereka tidak mengetahui mengapa dan kenapa mereka
bercinta. Alam percintaan sememangnya indah, bagi
pasangan yang sedang asyik dilamun cinta, dunia ini
ibarat mereka yang punya.
Namun begitu masih ramai yang tidak mengetahui apa itu
cinta dan bagaimana mahu menjadikan ikatan cinta yang
dijalin akan terus membawa ke jinjing pelamin
Kefahaman tentang konsep cinta antara lelaki dan wanita
perlu diketahui serba sedikit agar hubungan cinta yang
dijalin tidak membawa kepada kekecewaan.
Bagi wanita cinta adalah sejenis emosi. Kepada orang
lelaki cinta adalah suatu peristiwa, suatu kejadian dan
bukannya emosi. Setiap peristiwa mempunyai permulaan dan
penghujung. oleh itu bagi orang lelaki sekali mereka
jatuh cinta dengan wanita, maka cinta itu akan terus
kekal jika tiada halangan yang menimpa.
Oleh sebab itu, lelaki apabila telah melafazkan cintanya
kepada wanita, tidak kiralah melalui pa sekali pun, sama
ada ikatan janji yang diucapkan sesama sendiri, ikatan
tali pertunangan, mahupun melalui pernikahan, maka
baginya selepas itu perkataan cinta tidak perlu
disebut-sebut lagi.
Berlainan pula dengan wanita, mereka mahu sentiasa
mendengar kata-kata belaian kasih dibisikan di telinga
mereka walaupun seribu kali dalam sehari. Inilah yang
menjadi perbezaan ketara istilah "cinta" bagi lelaki dan
wanita.
Apabila seseorang lelaki telah berkahwin, mereka
beranggapan perkataan "cinta" tidak perlu lagi
dilafazkan. Inilah punca utama yang sering terjadi,
wanita atau isteri merasa kecil hati, tidak lagi
dihargai malah ada ketikanya mereka merasakan si suami
tidak lagi kasih kepadanya. Ada yang lebih parah apabila
mengatakan si suami mempunyai kekasih lain.
Wanita mahukan cinta dizahirkan dengan cara perkataan
juga perbuatan. Pusat cinta dan kemesraan perhubungan
bagi wanita dan lelaki ialah dengan aktiviti
bercakap-cakap dan berbincang mengenainya.
Pusat cinta bagi lelaki pula ialah aktiviti fizikal,
begitu juga pusat hubungan nikmat kemesraan hubungan
dengan pasangannya. Mereka lebih suka melakukan pelbagai
aktiviti bersama pasangannya dan melalui cara ini mereka
telah menzahirkan perasaan cinta.
Berdasarkan pada hakikat ini, pihak wanita perlu
memahami hasrat dan cara lelaki mebicarakan soal cinta.
Mereka perlu turut serta dalam aktiviti yang diminati
pasangannya.
Contohnya, jika si lelaki mempunyai hobi memancing,
sekali sekala si isteri pergi bersama dan dalam keadaan
begini si suami merasai dicintai dan disayangi.
Lelaki juga perlu ambil tahu akan keinginan pasangannya.
Apalah salahnya jika mengucapkan kata-kata cinta pada
hari istimewa si isteri seperti hari ulang tahun
perkahwinan atau hari ulangtahun kelahirannya.
Adalah lebih baik jika diberikan hadiah-hadiah yang
lebih romantik seperti bunga, cincin idaman dan
sebagainya. Dengan kesefahaman kedua-dua belah pihak
maka kehidupan akan menjadi lebih ceria dan gembira.
Penulis : cobraeite
Selasa, 15 Juli 2008
Memahami Istilah Cinta
Remaja, Gaya, dan Selera
Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh sosiolog Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan umum bahwa remaja adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi secara biologis oleh usia, menurut Parsons remaja adalah sebuah sebuah konstruksi sosial yang terus-menerus berubah sesuai dengan waktu dan tempat (Barker 2000).
Para pemikir cultural studies juga berpendapat bahwa konsep remaja bukanlah sebuah kategori biologis yang bermakna universal dan tetap. Remaja, sebagai usia dan sebagai masa transisi, tidak mempunyai karakteristik-karakteristik umum. Karena itu pertanyaan-pertanyaan yang akan selalu muncul adalah: secara biologis, kapan masa remaja dimulai dan berakhir? Apakah semua orang yang berumur 17 tahun sama secara biologis dan secara kultural? Kenapa remaja di Jakarta, Singapura, dan London tampak berbeda? dsb.
Remaja adalah sebuah konsep yang bersifat ambigu. Kadang bersifat legal dan kadang tidak. Di Indonesia misalnya, ukuran kapan seseorang boleh mulai melakukan hubungan seks, ukuran kapan seseorang boleh menikah, dan ukuran kapan seseorang boleh berpartisipasi dalam Pemilihan Umum sangatlah berbeda. Dalam studinya tentang batas-batas kedewasaan di Inggris, A. James (1986) mengatakan bahwa batas usia fisik telah diperluas sebagai batas definisi dan batas kontrol sosial.
Sementara bagi Grossberg (1992) yang menjadi persoalan adalah bagaimana kategori remaja yang ambigu itu diartikulasikan dalam wacana-wacana lain, misalnya musik, gaya, kekuasaan, harapan, masa depan dsb. Jika orang-orang dewasa melihat masa remaja sebagai masa transisi, menurut Grossberg remaja justru menganggap posisi ini sebagai sebuah keistimewaan dimana mereka mengalami sebuah perasaan yang berbeda, termasuk di dalamnya hak untuk menolak melakukan rutinitas keseharian yang dianggap membosankan.
Hampir sama dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light (1988) menyatakan bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan “kesenangan” (remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar bersenang-senang). Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan geng-geng, remaja selalu diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, dimana orang bisa bergaya dan menikmati banyak aktivitas waktu luang. Remaja sebagai Subkultur
Secara khusus, dalam studinya tentang remaja, cultural studies membuat sebuah konsep analisis tentang subkultur. Kata kultur dalam subkultur menunjuk pada “keseluruhan cara hidup” atau “sebuah peta makna” yang memungkinkan dunia bisa dimengerti oleh anggota-anggotanya. Kata sub mengkonotasikan kekhususan dan perbedaan dari kebudayaan yang dominan atau mainstream. Thornton mengatakan bahwa subkultur bisa juga dilihat sebagai sebuah ruang dimana “kebudayaan yang menyimpang” menegosiasikan kembali posisinya atau justru merebut dan memenangkan ruang itu (Barker 2000). Buku yang sering disebut sebagai pondasi bagi studi remaja sebagai subkultur yang dikaitkan dengan musik, gaya, dan fesyen adalah kumpulan karya anggota Centre for Contemporary Cultural Studies (CCCS) di Birmingham, Resistance Through Rituals: Youth Subcultures in Post-War Britain (Ed. Stuart Hall dan Tony Jefferson 1976). Tema besar karya ini adalah subkultur remaja yang dilihat sebagai stilisasi bentuk perlawanan terhadap kebudayaan hegemonis.
Dalam “Subculture, Cultures and Class” (Clarke et al.), ditunjukkan bahwa remaja terbentuk dalam suatu artikulasi ganda, yaitu dalam perlawanannya dengan kebudayaan orang tua dan sekaligus dalam perlawanannya dengan kebudayaan dominan. Ritual-ritual seperti fesyen, musik, atau bahasa, dilihat sebagai usaha untuk memenangkan ruang kultural dalam melawan kebudayaan dominan dan kebudayaan orang tua. Sementara dalam “Style” (Clarke) salah satu konsep penting yang muncul adalah brikolase (diadopsi dari antropolog Levi-Strauss). Konsep brikolase dipakai untuk menjelaskan rekontekstualisasi objek-objek untuk mengkomunikasikan makna-makna baru. Dalam brikolase sebuah objek yang telah mempunyai endapan makna simbolik tertentu dimaknai kembali dalam hubungannya dengan artefak lain dan dalam konteks yang baru. Clarke menunjukkan bahwa gaya Teddy Boy yang dandy, necis, dan flamboyan dan populer pada tahun ’70-an adalah brikolase dari gaya berpakaian kelas atas pada akhir ’40-an. Hal yang sama juga berlaku bagi para pecinta musik Ska yang bersepatu boot dan berambut cepak, yang merupakan brikolase dari semangat kerja keras dan maskulinitas kelas pekerja.
Setelah Resistance Through Rituals, yang patut dicatat adalah karya Paul Willis (juga dari CCCS) Learning to Labour (1978). Willis mempraktekkan analisis homologi untuk menyelidiki subkultur motorbike boys. Konsep homologi berkaitan dengan pemahaman kebudayaan sebagai seperangkat relasi objek-objek, artefak-artefak, dan institusi-institusi beserta praktek-praktek di sekitarnya. Dengan begitu sebuah analisis homologi berusaha menangkap dan merekam struktur sosial dan simbol-simbol kulturalnya.
Menurut Willis subkultur hidup dalam hubungannya yang bersifat kritis dengan budaya kapitalisme. Ia mencontohkan subkultur hippies yang lebih suka menghabiskan waktu luang sebanyak-banyaknya, dapat dilihat sebagai sebuah subversi atas konsepsi waktu kapitalisme industrial yang linear, kaku, dan disiplin. Demikian juga motorbike boys bisa dilihat sebagai respon manusia atas teror teknologi yang dahsyat dari kapitalisme. Ia mengekspresikan keterasingan dan kerinduan akan hubungan kemanusiaan. Konsekuensinya, menurut Willis, ekspresi, kreasi, dan perilaku simbolik subkultur dapat dibaca sebagai sebuah bentuk perlawanan.
Berbeda dengan Resistance Through Rituals dan tulisan Willis, dimana gaya direduksi dalam struktur kelas (gaya adalah ekspresi dan derivasi kelas), dalam Subculture: The Meaning of Style (1979) Dick Hebdige melihat gaya sebagai sesuatu yang otonom. Ia kembali menyelidiki konsep brikolase dan perlawanan, tapi kali ini ia memadukan pendekatan Gramsci dengan semiologi Roland Barthes.
Hebdige menyelidiki gaya dalam tingkat keotonomiannya sebagai penanda. Gaya adalah sebuah praktek penandaan (signifying practice), gaya adalah sebuah arena penciptaan makna. Di dalam kode-kode pembeda, gaya merupakan pembentuk identitas kelompok. Dalam subkultur remaja, barang-barang komoditas—melalui konsumsi brikolase—dijadikan alat perlawanan terhadap nilai-nilai dominan. Gaya adalah sebuah perang gerilya semiotik.
KRITIK ATAS TEORI-TEORI SUBKULTUR
Menjawab karya-karya CCCS, Cohen (1980) berargumen bahwa ketika gaya direduksi ke dalam perlawanan, maka ada aspek lain dari gaya dilupakan, yaitu kesenangan. Laing (1985) berpendapat bahwa punk adalah sebuah genre musik, tetapi oleh Hebdige (1979) direduksi ke dalam praktek-praktek penandaan, dengan asumsi dan tujuan-tujuan yang terlalu politis. Pemikir lain, seperti Steve Readhead (1990), menyatakan bahwa punk adalah subkultur remaja otentik yang terakhir dan subkultur remaja sesudahnya telah mati dan ditelan oleh budaya konsumen kontemporer. McRobbie dan Gerber mengatakan bahwa perempuan telah diabaikan oleh peneliti laki-laki, perempuan telah dipinggirkan dan disubordinasikan dalam subkultur laki-laki, dan bahwa perempuan bernegosiasi dalam ruang personal dan ruang bersenang-senang yang sangat berbeda dengan laki-laki. Karena itu, model perlawanan perempuan dalam gaya juga berbeda dengan laki-laki.McRobbie dan Garber berargumen bahwa jika perempuan berada di posisi pinggiran dalam subkultur tertentu, ini karena mereka berada di posisi pinggiran dalam dunia kerja laki-laki dan dikecilkan peranannya dari jalanan.
PIERRE BOURDIEU, ‘HABITUS’, ‘LOGIC OF PRACTICE’
Cara pandang alternatif tentang gaya dan fesyen juga datang dari sosiolog/antropolog Perancis Pierre Bourdieu. Dalam Outline of a Theory of Practice (1977) Bourdieu memperkenalkan istilah habitus untuk mendifinisikan sebuah sistem disposisi, yang mengatur kapasitas individu untuk bertindak. Habitus tampak jelas dalam pilihan individu tentang kepantasan dan keabsahan seleranya dalam berdandan, berpakaian, seni, makanan, hiburan, hobi dll. Menurut Bourdieu ini semua dibentuk melalui sekolah, dengan internalisasi seperangkat kondisi material tertentu.
Dengan cara pandang Bourdieu, habitus individu dibentukoleh / dikaitkan pada keluarga, kelompok, danyang paling penting posisi kelas individu dalam masyarakat. Habitus beroperasi berdasarkan sebuah logika praktek (logic of practice) yang diatur berdasar sistem klasifikasi bawah sadar (maskulin/feminin, baik/buruk, trendi/kuno dll). Penerapan prinsip-prinsip ini dalam bentuk konsumsi budaya dikenal sebagai selera. Bourdieu mengatakan bahwa selera, yang kelihatannya sekedar praktek individu, sebetulnya diatur oleh logika praktek dan selalu merupakan bagian dari praktek kelas.
Obesitas Pada Remaja
SAYA termasuk remaja yang kurang beruntung. Bila teman-teman saya ramping dan cantik, saya berpenampilan tambun dan bulat. Maklumlah bobot saya 75 kg padahal tinggi saya cuma 161 cm. Umur saya sekarang baru 18 tahun dan sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi Ebtanas SMU.
Soal Ebtanas saya tak begitu khawatir karena selama ini saya selalu mendapat peringkat di kelas. Paling sedikit peringkat tiga, tapi lebih sering peringkat pertama.
Bentuk tubuh saya ini menimbulkan rasa rendah diri meski saya dianggap teman-teman cukup menyenangkan. Saya dianggap peramah, dan peduli pada teman. Nah, meski teman saya banyak, namun patut dokter ketahui saya sampai saat ini belum punya pacar. Penyebab utama saya rasa adalah penampilan saya yang gemuk. Banyak teman lelaki yang bergaul dengan saya bahkan menjadi teman dekat, tetapi rupanya tidak ada yang naksir pada saya.
Saya sudah berusaha keras untuk menurunkan berat badan. Saya telah berobat ke berbagai dokter termasuk menjalani akupunktur namun hasilnya kurang memuaskan. Mula-mula ada penurunan berat badan 2-3 kg tetapi dalam beberapa lama berat badan saya naik lagi. Saya juga telah mencoba puasa Senin-Kamis tapi berat badan tak mau turun.
Saya mendengar bahwa orang yang gemuk mudah terserang berbagai penyakit. Karena itu saya makin sedih. Sudah tidak punya pacar, mudah pula sakit.
Dapatkah dokter menjelaskan kenapa berat badan saya tak mau turun? Apakah ilmu kedokteran yang sudah maju sekarang ini tak dapat membantu saya menurunkan berat badan? Bila berat badan saya turun saya akan merasa dunia ini akan semakin indah dan tentu masa depan saya akan lebih baik. Terima kasih banyak atas jawaban dokter. Elly, Jakarta
ANDA tidak perlu terlalu berkecil hati, cukup banyak remaja yang mempunyai persoalan seperti Anda. Menurut badan kesehatan sedunia, WHO, obesitas memang merupakan suatu masalah yang sering dijumpai terutama di negara maju. Dalam 20 tahun terakhir ini terdapat penambahan sekitar 30 persen populasi yang obes di Amerika Serikat. Di negara kita pun jumlah orang yang obes sudah semakin bertambah termasuk di kalangan remaja. Obesitas di samping mengganggu penampilan juga berisiko lebih tinggi untuk penyakit darah tinggi, jantung, dan kencing manis.
Saya mengerti bagi remaja penampilan amatlah penting, karena itu tubuh yang gemuk merupakan masalah besar bagi remaja putri seperti Anda. Namun demikian, kabar baik juga ada, karena cukup banyak orang yang berhasil menurunkan berat badan dan dapat bertahan dengan berat badan yang telah turun tersebut.
Penyebab obesitas adalah genetik (faktor keturunan) dan pola hidup. Faktor keturunan diperkirakan merupakan predisposisi yang menentukan ketidakseimbangan energi. Pola hidup berupa makan berlebih, kurang olahraga, masalah psikologis dan sosial, berpengaruh pada terjadinya obesitas. Patut kita pahami obesitas adalah keadaan kronik yang predisposisinya dapat seumur hidup (lifelong) dan acapkali dipengaruhi banyak faktor.
Anda tentu ingin ada pengobatan sederhana yang dalam jangka pendek menurunkan berat badan. Nah, sebenarnya sebagian besar penderita obes juga menginginkan hal serupa. Akibatnya mereka membanjiri layanan pengurus berat badan yang menjanjikan hasil menakjubkan dalam waktu dekat. Sayang sekali sampai saat ini cara pengobatan seperti itu belum ada.
Pengobatan obesitas memerlukan upaya jangka panjang dan acapkali memerlukan perubahan kebiasaan hidup seseorang. Anda tentu maklum mengubah kebiasaan tidaklah mudah. Diperlukan keinginan yang kuat serta ketekunan.
Prinsipnya adalah masukan kalori janganlah berlebihan dibandingkan dengan penggunaan kalori oleh tubuh. Ini berarti Anda perlu memperhitungkan kalori yang diperlukan tubuh sesuai dengan kegiatan sehari-hari serta keperluan kalori untuk pertumbuhan. Anda masih berada dalam masa tumbuh kembang. Olahraga memerlukan kalori, karena kebiasaan berolahraga secara teratur perlu ditumbuhkan. Saya anjurkan Anda untuk berkonsultasi dengan dokter untuk membahas secara rinci kebutuhan kalori serta olahraga yang baik untuk Anda.
Selain itu faktor-faktor yang juga dapat mempengaruhi obesitas seperti faktor psikologis, jika ada, juga perlu diselesaikan. Nah, dengan mempertimbangkan kenyataan ini saya berharap Anda lebih realistis. Penurunan berat badan hanya dapat dicapai dengan disiplin dan pemahaman mengenai penyebab obesitas.
Anda tak perlu tergoda untuk mengikuti program penurunan berat badan cepat karena hasilnya pada umumnya bersifat sementara, bahkan mungkin dapat mengganggu kesehatan. Cobalah diskusikan dengan dokter Anda cara terbaik untuk menurunkan berat badan Anda.
Semoga berhasil dan dapat menikmati masa remaja Anda. *
Oleh : NN